Temans

Perbedaan

Persahabatan tidak dipungkiri terjadi karena adanya persamaan, mungkin persamaan minat, hobby atau kesukaan. Tapi bila ditilik lebih dalam persahabatan itu tak sekedar berdasarkan persamaan tapi bagaimana menghargai perbedaan, itu yang lebih penting.

Sewaktu kuliah punya sahabat yang berbeda agama, bukan sekedar beda agama tapi bisa dibilang dia versi garis keras. Dengan celana yang sedikit menggantung, aku bilang sih celana gaya Michael Jackson 😛

Disebut sebagai “suamiku” sewaktu kuliah dulu, karena sering jadi partner praktikum, menutupi kelemahan satu dengan yang lain. Dia pintar cerdas, jago banget programing, tapi sayang tak bisa mengerti teks book yang hampir semua berbahasa Inggris. Sedangkan awak agak lambat, migren dikit kalo udah ada tugas programing, tapi kalo masih teks book masih bisalah ngerti.

Jadi kami menjadi partner yang solid, walaupun terkadang bebas cari partner, tetep milihnya dia aja.

Sebagai penganut agama yang sangat taat, temanku ini tidak boleh memboceng yang bukan muhrimnya, secara kampusku dulu terbagi dua, MIPA utara, dan MIPA selatan. Kalo jalan lumayan untuk olahraga, kalo naik angkot sayang duitnya.

Tapi lama kelamaan dia mau mbonceng aku, tapi dengan syarat kalo dia parkir depan mushola, aku nunggu di depan kantor jurusan, jangan naik di depan mushola, ga enak kalo dilihat anak2 mushola katanya.

Sudah biasa buat aku kalo ke mall nemenin dia cari baju, atau ke mana aja jalan, dan tiba2 dia harus nyari mushola karena sudah waktunya sholat. Benar2 seorang yang taat sholat 5 waktu.

Tak jarang si teman ngajakin debat soal agama kalo dia ngantarin aku pulang, dan aku males banget soal gini. Dan intinya selalu kututup “percayamu yah percayamu, percayaku yang percayaku, yang penting kita masih teman.”

Sewaktu aku dirawat di Rumah sakit beberapa hari, diapun menawarkan mengerjakan tugas semester matakuliah Multimedia, yang pake program2 yang aku susah ngerti itu. Duh.. baik banget…:)  Tapi ternyata semester berikutnya dia menyerah tugas2 matakuliah bahasa Inggrisnya yang dia ngulang karena dapat nilai E. Bener2 simbiosis mutualisme… 😛

Kecerdasan si teman, dan keuletannya tak bisa aku pungkiri, secara dia waktu ebtanas dapat nilai 10 untuk Fisika. Tapi beberapa waktu lalu dia message kalo dia udah kursus bahasa Inggris, kirim  message pake bahasa Inggris, bagus pula tulisannya. Mhhhh benar- benar kemajuan , sedangkan aku sampe sekarang mbaca bahasa programing aja ga ada ngerti2nya.

Kami bisa melalu masa kuliah, menjadi teman yang saling bersimbiosis, dengan bisa dibilang sesama penganut agama garis keras, dia keras di agamanya aku keras di agamaku. Dia hari2nya sibuk dengan kegiatan di Mesjidnya, dan hari2ku sibuk di pelayan gerejaku. Tapi itulah teman bukan cari persamaan tapi menghargai perbedaan.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s